Di suatu sore, pertengahan Februari 2001, terjadi percakapan antara seorang Ibu dengan anak laki-lakinya.
Emak: “Nak..setelah lulus SMP, kamu tak masukin pesantren aja yaa..???”
Kahfi: “Haah..pesantren.....??!!!??..amit-amit deh Ma’, pliss aku nggak mau masuk pesantren..!!”.
Emak: “Lhoo..kalo kamu ndak masuk pesantren, kami bisa jadi penjahat seperti teman-teman SMA yang lain..??”
Kahfi: “Lha emang Mama bisa jamin kalau aku masuk pesantren ndak akan jadi penjahat..??”
Emak: “Wis terserah, tapi Mama nyaranin, kamu masuk pesantren aja..!!”
Kahfi: “Yaa nanti tak pikir-pikir dulu Ma..Eh..tapi ngomong-ngomong nama pesantrennya apa..??”
Emak: “Gontor..!!!”
Kahfi: “Whaaat..yang santrinya sering digebukin pake rotan itu..??”
Emak: “Iya kalo nakal dan melanggar, kalo tidak yaa ndak digebuki..”
Kahfi: “Emooooohh....!!!”
Pada dasarnya, kata ‘pesantren’ memang tidak pernah masuk dalam kamus hidupku. Apalagi jika aku harus nyantri di dalamnya. Selama ini yang selalu hinggap di kepalaku adalah SMA jurusan IPA. Tapi sungguh menyedihkan, suatu sore Emak menyebut istilah baru itu di depanku; ‘PESANTREN’.
Persepsi yang ada di kepalaku, bahwa pesantren adalah tempat yang angker, tempat belajarnya para dukun. Di sana diajarkan ilmu-ilmu yang sungguh tak rasional, seperti mantra-mantra pemikat, santet, pengasihan dan kekebalan. Padahal, selama ini dari majalah Bobo yang kupelajari, hal-hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai ilmiah, bahkan termasuk syirik, dosa yang paling bangkotan dalam agama. Oleh karena itu, aku kembali menanyakan ke Emak perihal keseriusannya untuk memasukkan aku ke ‘sekolah para dukun’ itu..
“Iya..Mama serius kok Nur..!!”
Oh my God, aku ternyata dipersiapkan Mama untuk menjadi dukun..hiks..!!
Setelah percakaanku dengan Emak, hari-hari selanjutnya aku mulai banyak mengumpulkan informasi tentang pesantren dan kepesantrenan. Dan bagiku, tetap tak ada yang positif di dunia pesantren itu, karena jawaban yang kudapat pasti tidak jauh dari rotan, rendam, tampar, tendang, dan berbagai hukuman yang sungguh tidak manusiawi. Terlebih lagi, ada beberapa temanku yang alumni pesantren, namun di pasar dia malah menjadi tukang pembuat tato..ckckck..Inikah yang diinginkan Emak dari anaknya..??? Aya-aya wae si Emak..!!
...
******************
Aku: “Ma,,nil lhoo lihat, nilai UAN-ku bagus-bagus..karena itu, aku pingin sekolah ke SMA yang favorit di Solo..!!”
Emak: “Kamu milih di Solo apa Jogja..???”
Aku: “Wah..yang di Jogja pesantren bukan..???”
Emak: “Bukan,,namanya Aliyah..”
Aku: “Ooo..boleh-boleh..kalau gitu nanti aku lihat dulu ke tempatnya”
Emak: “Ndak usah, langsung aja daftar, soalnya sudah mau tutup. Itu anak gurumu PPKN juga ada yang sekolah di sana...!!”
Aku: “Haah..siapaa...???”
Emak: “Ita Purnamasari...seangkatan bareng kamu, tapi dia sudah di Jogja sejak SMP.”
Aku: “Wah..iya..iya aku sekolah ke Jogja aja...”
Setelah mencari nama sekolah itu, kemudian aku menelpon untuk syarat-syarat pendaftaran dan materi tes masuknya.
Aku: “Selamat pagi Pak, benar ini Mu’allimin Muhamamdiyah Yogyakarta??”
Mr. X: “Wa’alaikum salam..iya ini dengan Pesantren Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta”
Aku: “Haaaah....tolong bisa Bapak ulangi nama sekolah ini..!!?”
Mr. X: “Pesantren Mu’allimin Muhamamdiyah Yogyakarta..”
Aku: “Pesantren Pak yaaaa..???”
Mr. X: “Iya Mas, pesantren..!!!”
Aku: “(Dengan suara pelan, kulanjutkan pertanyaanku) Pak, bisa minta informasi tentang materi tes untuk masuk ke SMA..?”
Mr. X: “Syarat utama harus bisa baca Qur’an Mas..!!”
Aku: “Haaah..baca Qur’an..???”
Mr. X: “Iya, baca Qur’an..Apalagi Mas kan mau masuk Aliyah..”
Aku: “Materi ujian yang lain Pak..?”
Mr. X: “Bisa lulus ujian bahasa Arab..!!!”
Aku: “Haaah..bahasa Arab..???..hadoooh..Okelah Pak, nanti saya hubungi lagi. Selamat siang..!”
Mr. X: “Wa’alaikum salam...!!”
Hihihihi...jelas sekali perbedaan di percakapan antara orang yang berperadaban dengan manusia jahiliyah...ckckck..
Uuuh..aku sungguh merasa ditipu oleh Emak. Emak bilang itu bukan pesantren, tapi ternyata pesantren. Tapi ndak apa-apa, demi menyenangkan hati Emak, aku akan ikut ujian di ‘sekolah dukun’ itu. Sekalian jalan-jalan ke Jogja...hehe..^-^
Malam harinya, aku kembali mengingat-ingat materi tes’nya. Harus bisa baca Qur’an dan bisa berbahasa Arab..!!
Whaat...al-Qur’an..??
Aku dulu pernah ikut TPA di kampung, tapi terpaksa harus keluar karena hampir sebagian besar santri tidak mau berangkat TPA kalau ada aku. Alasan mereka sederhana, takut ditendang dan dipukul oleh Kahfi...!!!!..ckckckck...
Akhirnya, aku ‘murtad’ dari TPA ketika baru sampai Iqra’ 3. Karena itu, hari ini aku mencoba membuka kembali ‘kitab suci’ yang sudah lama tak pernah kusentuh. Pertama kubuka, kepalaku sudah pusing karena aku benar-benar sudah tidak bisa membedakan lagi antara ‘alif’ dan ‘lam’..huuf..
Jika Emak melihatku, aku selalu berpura-pura mempelajari Iqra 3. Namun suatu hari, karena aku ingin bergaya sok sudah bisa membaca al-Qur’an, dengan PD kutentang al-Qur’an ke dapur agar gaya bacaku bisa didengarkan oleh Emak... Dasar sial, sudah melantunkan bacaan, ternyata ditegur oleh Emak “Nur..iku al-Qur’anmu kebalik..!!! ckckcckckck....isiineeee pooooolll....ckckck...ternyata cara pegang Qur’anku kebalik..
**************
Terus bagaimana dengan materi bahasa Arab yang juga menjadi materi tes..??
Wah, kalau itu benar-benar ndak terpikirkan. Sementara ini aku hanya ingin formalitas saja mengikuti tes, alasan utamaku karena ingin jalan-jalan ke Jogja dan ingin memuaskan hati Emak..hihi..
Hari Tes Masuk Pesantren..
Pagi itu, sekitar pukul 08.00 aku sudah sampai di lokasi tes, Pesantren Mu’allimin Muhamamdiyah. Karena tes akan dilaksanakan pukul 09.30, aku menyempatkan diri berbincang-bincang dengan satpam (belakangan tak ketahui satpam itu adalah Pak Agus).
Aku: “Pak, di pesantren ini diajarkan ‘ilmu’ apa saja..??”
Pak Agus: “Wah, banyak Dik, hampir semuanya ada, lengkap..!!”
Aku: “Ooooo...githu yaa Pak..” (Dalam hati: “wah berarti memang ini sekolahnya para dukun yang paling ampuh di Jogja..!!)
Tak lama setelah perbincangan kami, tiba-tiba ada seorang yang berjenggot panjang sedang memasuki gerbang sekolah. Dalam hati aku berkata “Ini diaa niii dedengkotnya dukun di sini..pasti dia sudah pernah ikut dalam team pemburu hantu di Indosiar..!!!” ckckckc....
Jam masuk untuk tes’pun dimulai. Gedung tempat aku test berada di gedung timur yang menghadap ke barat. Sebelum lembar tes dibagikan, ada pesarta yang datang terlambat, dia nylonong saja duduk di sampingku. Penampilannya serem karena menggunakan jubah besar. Belakangan kuketahui namanya Muhamamd Sholeh, asli Madura.
Detik-detik menjelang lembaran dibagikan amat menegangkan. Dari bau bangunan yang kutempati ini, sepertinya aroma magic-nya kental sekali. Aku yakin, bangunan ini sering digunakan praktek para santri untuk memburu hantu..ckckck..dasar sekolah para dukun..!!
Dan alangkah terkejutnya aku ketika menyaksikan orang yang membagikan kertas lembaran tes. Orang itu adalah ‘dedengkot para dukun’ yang kutemui di gerbang tadi. Jenggotnya yang panjang dan tak beraturan benar-benar membuatku syok untuk mengikuti ujian. Aku yakin, meskipun ia sedang duduk di bangku depan, tapi pada dasarnya ia mempunyai indera ke enam atau telepati untuk bisa mengetahui siapa yang mencontek di ujian ini.. Bahkan aku punya pikiran, ia menyuruh jin untuk mengawasiku dari balik pinggangku... Wah, benar-benar sakti si jenggot ini, tanpa kusadari, mentalku ciut membayangkan ada jin yang berada di belakangku...!!!
******************
Setelah ujian tulis, kemudian dilanjutkan wawancara. Lokasi gedungnya masih sama, hanya saja ruangannya sudah berbeda. Ketika aku memasuki ruangan itu, aku disambut oleh foto orang tua yang memakai topi sorban, tergantung di tembok menghadap ke barat. Sambil berjalan mendekati penguji, aku terus memperhatikan wajah kakek tua itu. Lama-lama aku benar-benar merinding. Aku benar-benar yakin, kakek itu adalah dukun yang ilmunya paling sakti di sini, dan kesaktiannya melebihi si jenggot panjang tadi. Sampai di sini, ingin segera kumengangkatkan kaki dari pesantren ini. Benar-benar penuh mistik..!!!
Dua orang yang duduk di hadapanku masih sangat muda. Mereka memperkenalkan diri, yang sebelah kanan namanya Bapak Muhammad Ikhwan Ahada, sedangkan sampingnya adalah Bapak Malik..
Pak Ikhwan: “Mas Kahfi, dari mana asalnya..??”
Aku: “Dari Solo Pak..!!”
Pak Ikhwan: “Heem..Solonya mana..??”
Aku: “Ke selatan kurang lebih 1 jam..”
Pak Ikhwan: “Ooo...Oke, tahu informasi tentang sekolah ini dari siapa..??”
Aku: “Dari Emak..”
Pak Ikhwan: “Mas Kahfi serius ingin sekolah di sini..??”
Aku: “(Dalam hati: “Mit-amit..sorry yee..gue kagak mau jadi dukun”)”Iya Pak...”
Pak Ihhwan: “Mas Kahfi merokok..???”
Aku: (Karena aku yakin sekolah ini tidak akan menerima muridnya yang merokok, maka dengan tegas aku menjawab) “Iya Pak, saya perokok berat sejak SMP..”
Pak Ikhwan: “Ooo..iya tidak apa-apa, asalkan nanti kalau diterima di sini, merokoknya harus berhenti yaa..!!”
Sambil meninggalkan ruangan, kuperhatikan lagi foto dukun sakti bertopi sorban yang tergantung di tembok. Di bingkai tertulis Kyai Haji Ahmad Dahlan..!! Wah, benar-benar sakti, gelarnya saja sudah Kyai, pasti punya jin banyak banget nie orang..ckck...dasar sekolah dukun..!!!
*******************
Hari ini semua urusan di sekolah ini sudah selesai. Dan aku tidak menanyakan kapan pengumuman penerimaan siswa yang lolos tes. Karena jelas, keinginanku hanyalah ingin memuaskan Emak yang berambisi anaknya masuk pesantren.
Sebelum meninggalkan area sekolah, aku menyempatkan melihat-lihat aktifitas siswanya. Dalam hati aku berkata “Ah, lihat-lihat calon dukun yang sedang belajar ilmu kebal aaahh... Atau siapa tahu mereka sedang belajar ilmu memburu hantu..ckckc”
Namun, belum sempat niatku itu terlaksana. Di depan masjid aku bertemu lagi dengan si-jenggota panjang. Aroma mistiknya mengurungkan niatku untuk berjalan berseberangan, sehingga kuputuskan untuk segera meninggalkan sekolah angker ini.. Good byeee...^-^ .
*****************
Takdir Tuhan
Setelah beberapa waktu aku sibuk menuruti keinginan Emak untuk masuk di pesantren, kini saatnya aku untuk mendaftar di sekolah impianku, sekolah terfavorit se Solo. Akhirnya kutelpon pihak sekolah. Dan dengan nada optimis, aku membuka percakapan..:
Aku: “Selamat siang, benar ini SMA 1 Surakarta..??”
Mr. X: “Iya benar, ini dengan siapa dan apa yang bisa kami bantu..??”
Aku: “Pak, saya mau mendaftar, kira-kira kapan tes masuknya..??”
Mr. X: “Wah, maaf Dik, untuk pendaftaran sudah ditutup sejak dua hari yang lalu...!!”
Aku: “Haah..kok bisa Pak, bukannya di brosur terakhir masih 6 hari lagi...?”
Mr. X: “Iya benar, tapi karena dua hari yang lalu sudah penuh, yaa akhirnya ditutup..”
Aku: “Ooo..terus ada gelombang dua ndak Pak..??”
Mr. X: “Sekolah ini tidak pernah membuka pendaftaran gelombang dua Dik..”
Aku: “Lha berarti saya sudah tidak bisa daftar donk Pak..??”
Mr. X: “Ndak bisa Dik, sudah tutup...^-^”
Aku: “Oooo yaa sudah, terima kasih Pak...”
Sambil kuletakkan gagang telepon, air mataku menetes. Aku menangis tersedu-sedu karena salah satu impianku telah sirna melayang termakan oleh ambisi Emak...hikss..Aku benar-beanr marah sama Emak...Aku juga benci pesantren....!!!
Sejak saat itu, aku tak pernah lagi tidur di rumah. Aku lebih memilih menangis di rumah kakek, duduk sendiri di pinggir sumur. Aku sungguh-sungguh menyesali kebodohanku menuruti kemauan Emak.. Jiwaku saat itu penuh kebencian. Aku benar-benar muak, sampai-sampai kuputuskan untuk tidak mau lagi kembali ke rumah.
Melihat hobi baruku yang sering menangis di bibir sumur, akhirnya kakek menutup sumurnya dengan seng yang ditali kawat. Ketika kutanya kenapa kok ditutup, jawaban kakeku sederhana: “Agar kambing tetangga tidak kecemplung sumur..” (Hihihihih..)
Akhirnya pada suatu hari, aku kehabisan pakaian ganti. Maklum karena seorang pelarian dan tak sempat membawa pakaian ganti, itu artinya aku harus kembali ke rumah untuk mengambil pakaian. Kuatur siasat agar kedatanganku ke rumah tidak diketahui orang rumah. Kuputuskan untuk memilih hari Sabtu pagi. Karena pada hari itu, Emak pasti ke pasar dan diantar Bapak.
Dalam perjalanan ke rumah, aku sudah mengatur rencana. Nanti kalau sudah berhasil mendobrak masuk, aku ingin memecahkan piring biar terkesan ada pencurian..hihihi..
Sambil mengendap-endap, aku memastikan rumah dalam keadaan kosong. Seperti biasa, pasti pintu belakang tidak dikunci. Setelah kupastikan rumah dalam keadaan kosong, dengan santai aku masuk ke kamar. Secara cepat kumasukkan pakaianku ke dalam sarung dan kuikat, persis seperti orang yang diusir dari kampung karena maling ayam..hihi..
Namun, ketika aku sedang asik memilih-milih pakaian, pintu kamarku tertutup secara cepat dan keras “DooR.rr...”. Aku ‘misuh’ sejadi-jadinya karena kaget. Ketika pintu itu ingin kubuka kembali, ternyata tidak bisa karena sepertinya sudah terkunci. Aku duduk termenung memikirkan ide keluar. Namun, saat aku sedang khusyu berfikir, pelan-pelan namun kemudian menggelegar, kudengar suara orang tertawa sejadi-jadinya dari luar pintu...
Whaaaaaatttt.....ternyata suara orang ngakak itu adalah suara Bapak dan Emak...!@@#@$@$@%@!!##
Oh nasiib...apes bener pelarianku ini..My God....!!!!
*********************
Bersambung..
(Potongan mozaik hidupku.,Ketika Mu'allimin mewarnai dan membentuk pola pikirku.. ^_^
8 dari 70 halaman.)
Lajutannya mana brow?
Sama kaya saya nih awal masuk muallimin juga gitu
terima kasih alumni muallimin
Duduk termenung di pinggir sumur, koq ga bunuh diri aja....
jaga tulisan di Bloq mu !!!
astaghfirullah, semoga allah melindungi kami dari bahaya fitnah dan menyadarkan para pemfitnah, walfitnatu akbaru minal qatla( FITNAH LEBIH KEJAM DARI PEMBUNUHAN!)
Kahfi nur hidayat??
Kahfi nur hidayat??