Jogjakarta, 2003-2005

(Facebook's note: on Monday, 19 April 2010 at 15:36)

Malam yang sepi, duduk sendirian di depan pintu kamar C sambil komat kamit menyanyikan lagunya PMR (Pengantar Minum Racun), sungguh hal yang sangat menghibur. Namun, selama setengah jam aku duduk di depan pintu, tak ada satupun kawanku yang masuk kamar lewat sini. Ah, paling mereka pingin mencari suasana lain saja dengan melewati pintu sebelah.. Aku masih berdendang ria sendiri..

Setelah satu jam berdendang, ternyata aku bosan juga. Sambil membawa gitar ke depan pintu kamar A, niat hati ingin mengajak kawan bernyanyi bersama, belum sempat aku mengajak bicara, mereka sudah pergi ke peraduan masing-masing...Huuuuff..aku dongkol...!!!!

Sepertinya ada yang aneh dengan sikap mereka. Lalu kutanyakan ke seorang kawan yang dari tadi meng'hisab' di atap asrama: “Dap, kok mereka pada menghindar dariku siiy..??”. Si Dap (Azik Hakiki) menjawab: “Yaa karena suaramu merusak mood indahnya bulan purnama..!!”.. Hah, aku sungguh terperanjat mendengar jawabannya , selama ini berarti mereka menjauhiku gara-gara suaraku ketika sedang berdendang thoo..”Masa iyaa siiy Dap..??”, aku berlalu tak membutuhkan jawaban..

Ah, aku masih belum percaya kalau suaraku tidak menghibur. Perkara ini harus ditelusur lebih dalam lagi. Kalau menurut ilmu hadits, aku harus mencari minimal empat orang jalur periwayatan agar bisa mutawatir, dan agar hasil hukumnya bisa tsabit alias kuat.

Kalau begitu, aku harus bertanya pada si Fauzi alias KoNgja.. Dia sudah bertengger di depan kamar A, padahal sewaktu aku tadi ke kamar A, dia malah beranjak ke ranjang untuk tidur...aneh..!!

Kalau aku mendekatinya dari samping, dia pasti akan segera berlari. Karena itu, aku harus mendekatinya dari arah belakang, biar dia tidak tahu kalau aku mendekat..

“KoNg..aku mau tanya niiy..Heem..suaraku ketika berdendang thu gimana siiy..??”
Belum sempat si Fauzi KonGja membuka mulut untuk menjawab, tiba-tiba dari dalam kamar A terdengar suara “Huuueeeeeeeekkkkkkkk......Huuueeeeekkkkk....Huueeeekkk...”. Suara itu sebanyak tiga kali, dan setelah itu, suasana langsung hening kembali..

Ah, mungkin mereka sedang mendapatkan siraman rohani dari Okta Konthil, sehingga perlu untuk melakukan relaksasi otot perut. Dalam hati aku berbisik: “Wah, Okta lagi mengajarkan teori baru niiy..ckckckc..”.

Kembali aku mengulangi pertanyaanku ke Fauzi KoNgja: “Zii, emang kualitas suaraku ndak bagus yaaa..???”

Belum sempat juga KoNgja menjawab, kali ini tak hanya dari kamar A yang bersuara, kamar B juga ikut bersuara.. “Huuueeeekkk..huuueeekk..hueeekkk...huuueeekkkkkkk..”.

Haah, aku terbengong, rasionalku seketika itu langsung berfungsi menghadirkan beberapa pertanyaan kritis: “Masa siiyy si Okta Konthil sedang memberikan siraman rohani dalam dua kamar sekaligus...???”.

Ah, mungkin di kamar B ada si Ari MeOnk yang sedang memberikan siraman rohani. Maklum, di kamar B kebanyaklan dihuni oleh para penjahat..dan sial banget, ternyata setelah aku menyadari, diriku termasuk anggota kamar B..hadooohh...!!!!

Malam ini sungguh tak kudapatkan jawaban yang kuat untuk membenarkan perkataan Sindap tadi. Sungguh sangat menyebalkan jika naluri ilmiah yang harusnya dituangan, tapi terganggu oleh lingkungan yang tidak mendukung. Asrama 6 memang tempatnya para begundal yang tak menghargai ilmu pengetahuan. Mereka lebih menghargai nilai-nilai seni yang menempel pada tubuh anak gadis penjual nasi bungkus di samping asrama..huuf...!!!

Aku sungguh tak bisa tidur. Malam ini juga jawaban ini harus kutemukan. “Benar nggak suaraku tak semerdu pendengaranku..??”.

Kulihat penghuni kamar A sudah banyak yang terkapar. Di pojok ada Ustadz Okta yang tidurnya nyenyak banget, mungkin karena lelah setelah memberikan siraman rohani kepada para penguntil tempe dan garong-garong dapur ini..!!

Aku membangunkan Fauzi KoNgja..”Ziie bangun,,pertanyaanku tadi belum kamu jawab..!!”. Spontan dan sporadis, dari arah yang sungguh tak kuketahui sudunya, ada suara pelan namun begitu menyayat hati “huuueeeekkkkkk..hek..hek..hek...”.

Mendengar itu, aku sungguh dongkol. Ini sudah pelecehan, harga diriku diinjak-injak oleh sesama bangsa begundal asrama 6.. Sungguh tidak bisa dibiarkan, ini harus dibalas...!!!

Merenung sambil menghitung bintang, aku mencari inspirasi bagaimana bisa menumpahkan sakit hatiku. Tak sampai setengah jam, tiba-tiba batang sapu lidi yang ada di sampingku memberikan jawabannya...hihihihihihihi..inilah dia pembalasanku kawan..!!!

Mereka akan aku BAKAR...!!!!! ckckckcck..

Sebagai sumbangan bagi pengetahuan umum, alat serang ini diberi nama “RUMPUT TEKI”..

Kombinasi bahan dasar:
1. Sapu lidi .. (dipotong-potong kecil +- 1 cm)
2. Pepsodent atau Close up (berfungsi sebagai perekat).
3. Korek api gas..!!!

Efek dari serangan ini ada dua:
1. Si korban TERBAKAR..
2. Bekas terbakar akan terasa sangat gatal..hihihi..

Perlu diterangkan juga tentang kombinasi unsur kimia yang berada pada rumput teki ini. Pepsodent yang mengandung ‘mint’, jika bersentuhan dengan kalor (api), maka mint yang sifatnya gas dingin, ia akan langsung meresap ke pori-pori kulit. Nah, sehingga panasnya seperti terbakar dari dalam..hihihi.. Namun, para korban tidak perlu khawatir, karena floride yang ada pada pepsodent, akan menghilangkan bekas terbakar, sehingga tidak menghitam..Ilmiah sekali bukan..??!!!???..hehehe...

Dan korban-pun sudah kupilih, dia-lah Suleman,,iyaa SULEMAN....!!!!!!
Karena jika kalian tahu, dia’lah orang yang paling keras bersuara ketika alunan melodi datar “Huuuuueeeekkkkk” dilantunkan.. Jadi, sudah sepantasnya dia menjadi korban pertama..

Aku mengendus memasuki kamar A, dari pintu masuk, aku sudah melihat perut Suleman tak tertutup kain. Sarungnya ditendang-tendang oleh kakinya yang memang nakal. Sebelum aku mulai melakukan aksi, aku harus mencari dulu ranjang yang kosong untuk sembunyi sambil menunggu batang sapu lidi yang hanya 1 cm itu terbakar dan menyentuh kulit.

Dan aksiku ini memang sepertinya diridhoi oleh langit, terbukti ada ranjang kosong yang pemiliknya sedang tidur di kamar lain. Di sanalah tempatku untuk pura-pura tidur sambil menunggu Sulaiman pontang panting kepanasan..ckckckc..!!

Perlahan-lahan aku mendekati Sulaiman. Perutnya yang sudah tersingkap, memudahkanku untuk menempelkan batang sapu lidi di perutnya. Setelah sapu lidi yang hanya 1 cm itu berdiri tegak di perutnya, kukeluarkan korek gas..dan BUUZZZZ... kubakar..!!!

Perlu diketahui, sapu lidi ini sebelumnya sudah dibakar dahulu sampai berbentuk arang (meng-arang). Karena itu, jika arang sapu lidi ini dibakar, maka yang ada hanya rambatan api arang, bukan api yang menyala ^-^.V.

Sambil berpura-pura tidur, kuperhatikan rambatan api yang siap menyentuh kulit Sulaiman. Dan tak lama setelah itu, hanya dalam hitungan detik, terdengar teriakan histeris dari dalam kamar A dibarengi dengan suara-suara “gedebukkk...gedebuk...gedebuk....”. Jika kalian tahu, suara ‘gedebhuuk..’ itu adalah hentakan kaki Sulaiman ketika sedang memadamkan api..hihihihihihi.....!

Aku yakin, dalam hati pasti Suleman mengumpat “Biadab terkutuk...!!!!!”


Ckckckckckc....

Mimpiku malam itu mungkin menjadi mimpi terindah sepanjang kisah hidupku selama dua tahun di asrama 6 tahun (2003-2005)..

Dan akupun beristighfar melihat Sulaiman terkapar.. Setelah itu, maka RUMPUT TEKI menjadi hiburan bagi para begundal untuk melewati titik-titik malam...


With much love..
Maafin aku jika dulu banyak yang terdzhalimi..kawan..!!!
;)

Dari Kairo, kutulis ini untuk kalian..^-^

-------------
http://www.facebook.com/note.php?note_id=381326749614
Read more >>

Perbanyaklah Sedekah..!

Suatu hari pada zaman Rasulullah Saw., ada seseorang yang ketika sakaratul maut tidak mengucap kalimat syahadat, tetapi malah mengucap "laitaha thawilah (seandainya lebih panjang),,,laitaha jadidah (seandainya yang baru),,laitaha kamilah (seandainya semuanya)". Kemudian para sahabat menanyakan hal ini kepada Rasulullah Saw..

Rasulullah Saw. tersenyum mendengarnya, "Apa yang diucapkan orang itu tidak keliru. Suatu hari ia bertemu dengan orang buta. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun, maka ia membimbingnya berjalan. Dan tatkala ia hendak menghembuskan nafas terakhir, ia menyaksikan betapa besar pahala amal shalehnya itu, lalu ia pun berkata "seandainya lebih panjang..". Maksudnya, andaikata ia membimbing si buta itu lebih panjang lagi untuk berjalan, pasti pahalanya akan lebih besar pula.

Adapun ucapannya yang kedua, ia sedang melihat pahala dari hasil perbuatannya yang lain. Suatu hari ketika cuaca sangat dingin, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil. Melihat lelaki tua itu kedinginan, maka ia memberikan salah satu bajunya yang lama, dan membawa pulang yang masih baru. Menjelang saat-saat ajal menjemputnya, ia melihat besarnya pahala amalnya sehingga ia pun menyesal dan berkata "seandainya yang baru..".

Dan untuk ucapannya yang ketiga, pada suatu ketika ia sangat lelah dan lapar. Lalu ia membuka sepotong roti yang disiapkan oleh istrinya. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba datang seorang pengemis yang terlihat sangat kelaparan. Lantas ia membagi rotinya menjadi dua potong untuk pengemis itu. Maka ketika ia melihat besarnya pahala yang diperolehnya, ia pun menyesal dan berkata "seandainya semuanya..", artinya jika roti itu kuberikan semuanya, tentu pahala yang akan aku dapat akan lebih besar pula."


Rabbanaa laa taj'a'l liy dunyaa akbara hamminaa..
Wa laa mablagha 'ilminaa...

Yaa Rabb,,jangan Kau jadikan dunia sebagai prioritas hasrat kami..
Dan jangan Kau jadikan pula dunia sebagai tujuan ilmu kami..

BIP 3th build, 20 Ramadhan 1431 H/30 Agust 2010 M.


Read more >>