Bagaimana Tradisi Membangun Masyarakat..?? (Studi Empirisme)

Praktis dari tahun 2002 aku meninggalkan kampungku untuk mengembara ke kota -Jogja-. Tujuanku tak lain adalah mencari puzzle-puzzle takdir untuk menyempurnakan mozaik hidup. Karena bagiku, generasi yang paling baik adalah mereka yang bisa menginspirasi generasi sesudahnya. Inspirasi dalam bentuk nasehat-nasehat tentang perjuangan hidup sang pelaku, cerita-cerita masa lalu -sejarah-, tentang nilai-nilai kehidupan, semuanya akan terus terwariskan dari generasi ke generasi..

Lain kampungku lain juga Jogja. Empat tahun menjadi orang Jogja, sedikit banyak kutemukan beberapa perbedaan, baik dari kehidupan sosial masyarakatnya, kultur yang berkembang, spiritualitas, sampai cara berfikir masyarakatnya. Menganalisa dua tempat ini tentu akan menjadi hal yang menarik, karena di samping membutuhkan telaah sejarah, instrumen lain yang dibutuhkan adalah penguasaan teori sosial dan budaya..

Antara Kampungku dan Jogja

Meskipun pada awalnya kultur yang dibangun di kedua tempat ini adalah kultur Islam-Jawa (Kejawen), namun pada sisi-sisi tertentu -baik kampungku maupun Jogja- sudah banyak mengalami 'perbedaan', masing-masing beralur dan berdialektika dalam proses menemukan jati diri masing-masing. Oleh karena itu, ketika akan melakukan pembacaan terhadap keduanya, hal yang harus ditemukan terlebih dahulu dan dijadikan sebagai titik perbandingan adalah 'autentisitas'.

Berbicara tentang autentisitas suatu kultur, ibaratnya kita sedang menggali sebuah harta karun. Di dalamnya tersimpan peta yang memberi petunjuk tentang keberadaan kitab-kitab kuno nan sakti. Di dalam kitab itulah sejatinya tersimpan inti dari harta karun tersebut, yaitu ajaran fundamental yang berisi tentang epistem, tata nilai, sejarah, dll.. Maka, siapa yang berhasil mendapatkan kitab tersebut, ia akan bisa secara arif membaca dan mensikapi berbagai problema tata nilai yang berkembang pada masanya.

Kampungku, yang berada di sebelah timur Jogja +-75 km, merupakan daerah yang memisahkan Kasultanan Yogyakarta dengan Kesultanan Surakarta. Menurut cerita dari Simbah-Simbah para sesepuh, kono kampungku merupakan camp para pemberontak kumpeni-kumpeni Belanda. Secara geografis, letaknya memang sangat strategis. Ia berada di tengah-tengah tiga bukit dengan lerengnya yang curam. Karenanya, area ini sering digunakan oleh para pejuang untuk bersembunyi.

Dari cerita kakekku kuketahui bahwa Islam masuk ke kampungku sekitar abad ke-16 M, dibawa oleh seorang wali yang dikenal dengan julukan Sunan Jati. Tidak ada yang mengetahui secara pasti siapa dan dari mana Sunan Jati berasal. Orang-orang kampungku menisbahkan nama itu ke pohon jati berdiameter 3 meter yang menjulang tinggi di sebelah utara kampung. Tak jauh dari pohon jati itu, terdapat kuburan kuno berangkakan Jawa-Arab, kuburan inilah yang oleh masyarakat kampungku diyakini sebagai Sunan Jati.

Sebagaimana tradisi keraton yang monarki-absolut, masyarakat kampungku juga masih menjaga tradisi ini dalam pemilihan kepala kampung (lurah). Silsilah yang dipilih untuk menjadi lurah kampungku haruslah mereka yang mempunyai garis darah dengan Sunan Jati (jadi bukan silsilah sembarangan..!!^,^). Lurah di kampungku agak berbeda dengan lurah daerah lain, selain tugasnya menjadi pengayom warga, ia juga diharuskan memiliki tingkat pengetahuan agama yang mumpuni. Oleh karena itu lurah kampungku selain mempunyai pengaruh yang kuat, juga memiliki karisma yang tinggi di mata warganya.


To be continued...
(Sepertinya akan menjadi catatan yang panjang...)
Read more >>

Sangkan Paraning Dumadi

Orang zaman dulu menjadikan alam sebagai guru kehidupan, mereka membangun rasionalitas-akal pada nilai-nilai abstrak semesta, dalam bahasanya dikenal sebagai 'tondo-tondo' atau pertanda. Lewat 'tondo-tondo' inilah mereka berusaha menangkap pesan-pesan dari Gusti Pengeran, kemudian mengejawantahkannya dalam tingkah laku atau perbuatan yang sarat nilai-nilai filosofis.

Misalnya, saat angin dibarengi dengan hujan lebat, pertanda bahwa 'Dewi Sri' sedang menebar benih kesuburan di bumi, itu artinya mereka harus segera mengadakan gendurenan sebagai ungkapan rasa syukur. Ketika terjadi hujan gerimis namun matahari masih bersinar terang (Jawa: cirak), mereka menangkap hal tersebut sebagai pertanda bahwa musim kemarau panjang akan segera tiba. Oleh karena it
u, jatah makan harus diperhemat dan perut harus dilatih kosong dengan sering-sering berpuasa.

Begitulah alam menjadi guru mereka. Tidak hanya memberikan makna simbolis, namun juga sebagai sebuah filosofi kehidupan, mengajarkan hakikat manusia, bagaimana alam bekerja dan manusia menjalani hidupnya dengan berbagai perlambangan eksistensi kehidupan terpendam di dalamnya.

Sedangkan orang sekarang, mereka menganggap alam tak lebih dari sekedar simbol, keberadaanya berada dalam ruang dan hukum-hukum fisika yang konstan. Alam hanyalah benda mati yang tak ada hubungannya dengan pesan-pesan Tuhan. Fenomena yang terjadi tak lagi ditangkap oleh 'jiwa', sehingga manusia semakin keras untuk menerima pesan-pesan filosofi kehidupan..

Sangkan Paraning Dumadi; dari mana
asalnya manusia dan kemana akhirnya manusia setelah mati. Alam sesungguhnya merupakan samudera ma'rifat untuk semakin mendekatkan diri kepada Gusti KangMakaryo Jagad.. Menangkap 'bisikan' alam, karena sesungguhnya darinya-lah kita diciptakan, dan akan dikembalikan...


"Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah: 22)

"Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; hanya Allah lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Q.S. Ath Taghabun: 1)


Read more >>

Aku yang hilang...

Aku hilang, dan tak pernah kutemukan diriku. Pernah ia datang sekejap, lalu menghilang. Dan tak ada waktu untuk aku mengenali bahwa itu adalah aku. Aku tak sadar, atau mungkin juga ia datang pada saat yang tak tepat. Lalu pertanyaanyaku "Apakah jiwaku memang ada yang hilang…??

Seperti halnya coretanku ini, aku pun tak paham. Aku tak melihat diriku menulis dengan benar-benar sadar. Hanya bahasa jari-jemariku, yang sering jauh dari makna. Kadang dibaca orang, namun anehnya mereka masih sempat berkomentar. Apakah mereka juga paham…??

Sering aku bertanya, dimana sebenarnya duniaku. Kadang aku ingin menjadi seorang akademis,seorang pemikir yang setiap detiknya selalu bergumul dengan tumpukan buku. Namun sering aku merasa bosan dengan semua itu. Ingin rasanya kutinggalkan dunia ilmiah, dunia kaku yang isinya hanya presentasi, debat, adu teori dll.. Pemikiran ini yang sering membuatku mentertawakan diri sendiri..!

Aku belum menemukan solusi; "Haruskah kutinggalkan dunia ilmiah ini..??"

Di detik berikutnya, aku penuh ambisi. Dunia menenggelamkanku dalam kubang materialisme; aku ingin menjadi pebisnis tingkat tinggi. Di sini aku sering terlena, mungkin karena tabiat manusia yang selalu merasa kurang puas. Bisnis, dalam pandangan sederhanaku merupakan dunia yang sangat sederhana. Jika dulu –dan masih sampai sekarang- aku begitu berambisi menggenggam dunia, maka kubangan ini yang kulirik, penuh harta dan iming-iming dunia. Ia begitu menantang, darinya aku dapat secara utuh memandang dunia, cukup mengedipkan mata lalu aku bisa yakin, bahwa aku tak harus lelah untuk mewujudkan ambisiku. Di sini, bahasaku adalah kecerdasan…!!

Kecerdasan..

Aku tak tahu apa sejatinya kecerdasan, lucu bukan..??.. Iya lucu..!!

Ia kupahami sebagai sebuah kekuatan berfikir, kekuatan analisa dan membaca peluang. Dan aku yakin, pada dasarnya semua orang mempunyai kecerdasan, namun banyak dari mereka mengingkari hal tersebut -tidak percaya-.

"Apakah materialisme adalah separuh jiwaku yang hilang selama ini…???".. aku tak tahu..!!!

Dan diriku selanjutnya, meskipun aku tak yakin separuh jiwaku ada di sana, yaitu 'tentang dia'..!!

Penyakitku, aku sadar betul ini adalah penyakitku. Aku juga tak tahu kenapa ia bisa begitu kuat ada padaku. Seperti tali yang ruwet, bahasa yang kugunakan ketika ia tak mau tunduk pada rasionalitas akalku. Untuk yang satu ini, kedatangannya sering kuanggap hiburan, karena ia nampak mengasyikkan. Banyak mereka yang datang dengan menawarkan pesona keindahannya, tapi sungguhpun aku terima, cukuplah untuk melengkapi senyumku di pagi hari saja. Untuk siang dan sore, 'ia' tak perlu lagi kupikirkan..

Indah bermain perasaan. Padahal aku sendiri juga tahu kalau aku tak akan memberikan mutiara berharga itu kepada siapapun. Aku tak akan pernah memberikan 'ia' sebelum cita-citaku terwujud..

Sudah tiga, dan sepertinya malam ini aku tak akan menemukan dimana separuh jiwaku berada..

Semoga saja esok hari, saat adzan subuh lembut menyadarkanku, aku akan temukan separuh jiwaku yang hilang..

Karena aku ingin baik, maka dengan cara apapun harus kutemukan separuh jiwaku..

Aku tidak ingin menjadi manusia aneh, meskipun penuh cinta..


CIIH, 11 Juli 2010.

Read more >>

Apakah KHILAFAH Merupakan Harga Mati...??

Wall's Arsip dari diskusi facebook dengan Mas Shofhi Amhar..

======

Kahfi N Hidayat: "Salam,. Mas Shafi, saya tertarik ingin diskusi dengan sampean terkait dg beberapa status Mas Shafi tentang ajakan utk kembali ke sistem khilafah, penolakan trhadap demokrasi dll. Jika Mas Shafi berkenan, saya tunggu note Mas Shafi yang secara khusus dan utuh membahs dua poin di atas.."


Shofhi Amhar: "Bagaimana kalau kita bahas di catatan yang sudah ada (beberapa catatan saya sudah membahas itu). atau di sini saja, kita bahas satu per satu, detail per detail, dalam format tanya jawab, agar lebih hidup?:)"


Kahfi N Hidayat: "Saya ingin ngutip quotatation punya Mas Shofi:
وإقامة خليفة فرض على المسلمين كافة في أقطار العالم. والقيام به – كالقيام بأي فرض من الفروض التي فرضها الله على المسلمين – هو أمر محتم لا تخيير فيه ولا هوادة في شأنه, والتقصير في القيام به معصية من أكبر المعاصي يعذب الله أشد العذاب

(Dan menegakkan khilafah merupakan kewajiban setiap kaum muslimin di dunia. Dan menegakkannya -khilafah- seperti halnya kewajiban menegakkan kewajiban2 yg lain yg diwajibkan Allah terhadap muslimin. Yaitu sebagai satu perkara yang wajib -pasti- tidak ada pilihan dan toleransi. Dan segala upaya minimalisasi -menggagalkan/menghalangi- terhadap prses penegakan khilafah merupakan perbuatan maksiyat yang paling besar dan akan diadzab Allah dengan sepedih adzab..)"

Statment ini sangat mashur di kalangan hizbu tahrir, baik sifatnya sebagai hujjah (dalil doktriner) pembenaran atas kewajiban menegakkan khilafah. Dan terus terang, saya 100% ndak setuju dengan pernyataan di atas..

Pertama, karena saya berpandangan dan meyakini bahwa sistem pemerintahan merupakan perkara yang diserahkan sepenuhnya oleh Allah kepada manusia, artinya tugas manusia untuk mencari bentuk yang ideal yang sesuai dengan kondisi zaman. Dalam hal ini, al quran dan sunnah hanya memberikan kaedah-kaedah dasar, ataupun nilai-nilai dasar. Nilai-nilai itu mengatur tentang wajibnya menegakkan keadilan, persamaan antar sesama manusia, kebebasan dll..

Saya bukan menafikan khilafah lhoo yaa, saya mengakui khilafah itu pernah ada (hanya untuk khulafatu rasyidin) dengan sistem pelaksanaan pemerintahan yang memang sesuai dengan zaman itu.. Adapun pemerintahan sesudah khilafatu rasyidin, bagi saya tak lebih dari sistem kerajaan monarki-absolute yang pada titik intinya justru menyalahi nilai-nilai dasar Islam dalam membangun masyarakat..

HILAFAH, IT'S JUST A NAME.. Apapun yang kita gunakan (khilafah, demkrasi, kerajaan) sepanjang didasari dengan nilai-nilai Islam, sah-sah saja.. Bahkan kalaupun menggunakan nama KHILAFAH, tapi justru yang berlaku adalah sistm dzhalim, menginjak-injak nilai-nilai Islam, yaa dihancurkan saja..!!

Once more, it's just a name..!

Masih banyak yg pingin tak tuliskan, tapi ini dulu untuk mengawali diskusi hangat kita..

Monggo Mas Shafi..
:)"


Shofhi Amhar: "Syukran untuk awalannya, mas Hidayat. berikut tanggapan saya:

[saya berpandangan dan meyakini bahwa sistem pemerintahan merupakan perkara yang diserahkan sepenuhnya oleh Allah kepada manusia, artinya tugas manusia untuk mencari bentuk yang ideal yang sesuai dengan kondisi zaman.]

1. sistem pemerintahan di mana pun mengikuti pandangan hidup, prinsip-prinsip, dan nilai-nilai tertentu. apa yang disebut 'kondisi zaman' sebetulnya tidak terlalu signifikan dalam menentukan bentuk ideal sebuah sistem. perbedaan pandangan hidup, prinsip, dan nilai akan sangat mempengaruhi perbedaan sistem pemerintahan. jadi, sistem pemerintahan tidak bisa mana suka. sebab, sebuah sistem tertentu dibentuk untuk merealisasikan, memelihara, dan menyebarkan padangan hidup, prinsip, dan nilai tertentu. tidak semua model sistem pemerintahan dapat merealisasikan, memelihara, dan menyebarkan padangan hidup, prinsip, dan nilai tertentu.

2. tidak ada satu perkara pun dalam agama ini yang diserahkan sepenuhnya kepada manusia. semua ada aturannya. jalan terbaik untuk menyatakan bahwa sistem pemerintahan merupakan perkara yang diserahkan sepenuhnya oleh Allah kepada manusaia adalah dengan merujuk kepada nash-nash yang tersedia secara komprehensif. pembacaan komprehensif mengenai hal ini justru menunjukkan bahwa kerangka sistem pemerintahan islam telah dijelaskan oleh dalil-dalil yang ada.

[al quran dan sunnah hanya memberikan kaedah-kaedah dasar, ataupun nilai-nilai dasar. Nilai-nilai itu mengatur tentang wajibnya menegakkan keadilan, persamaan antar sesama manusia, kebebasan dll..]

3. kaidah-kaidah ataupun nilai-nail dasar itu tidak akan dapat diwujudkan dengan baik dan benar tanpa sistem yang baik dan benar pula. ketidaksesuaian sistem dengan kaidah dan nilai dasar akan memastikan ketidaktercapaian hasil yang diinginkan.

[KHILAFAH, IT'S JUST A NAME..]

4. fungsi nama di antaranya adalah untuk pengenalan dan pembedaan. dengan nama. seseorang lebih mudah mengenalkan sesuatu kepada orang lain. seseorang juga bisa membedakan satu konsep dengan konsep lainnya dari nama. penamaan khilafah oleh dalil-dalil syar'i juga berguna untuk membedakan model sistem yang selain khilafah. mas Hidayat sendiri bisa lebih mudah menjelaskan perbedaan antara sistem pemerintahan ketika khulafaurrasyidin dan setelahnya juga dengan menyebutkan perbedaan nama, bukan? jadi, nama itu bukan "just" tetapi sesuatu yang sangat penting.

monggo, mas Hidayat. :)


Kahfi N Hidayat: "Nuwun Mas balasannya, saya awali dengan 'bismillahi ar-rahman ar-rahim..'

1. Dalam Islam ada hukum yang sifatnya tswabit dan mutaghayirat. Tsawabit artinya tetap dan tidak berubah-rubah; contoh ini meliputi hal-hal yang sudah qathi -pasti-, sampai akhir zaman tidak akan pernah mengalami perubahan. Misalnya tentang wajibnya shalat, haramnya khamer dan zina, wajibnya berbuat adil, saling menghormati, persamaan, dll.. Sampai hari kiyamat hal ini tidak akan pernah mengalami perubahan..

Kemudian kedua adalah hukum yg mutaghayirat; adalah yang bisa berubah-ubah, sifatnya elastis, temporar mengikuti perubahan zaman sesuai dengan maslahat manusia. Contohnya lebih pada masalah-masalah muamalah duniawiyah, termasuk juga sistem pemerintahan.

Jadi, tidak benar kalau kemudian Mas Shafi menganggap hasil ijtihad manusia -sistem pemerintahan- adalah hal yang 'mana suka' atau 'suka-suka gue'. Sepanjang hasil olah manusia tersebut dibangun dari nilai-nilai tsawabit (keadilan, kebebasan, persamaan), sah-sah saja untuk dijadikan sistem pemrintahan di ZAMAN mapanpun dan TEMPAT manapun..

2. Satu hal yang harus kita akui -imani- bahwa setelah Nabi Saw. wafat, nash agama tidak akan pernah turun lagi ke manusia, syariatnya adalah penutup syariat langit. Jadi, nash agama (qur'an-hadits) sangat terbatas, sedangkan permasalahan manusia akan terus muncul dan berkembang sampai hari kiyamat. Oleh karena itu, Allah hanya meletakkan kaedah-kaedah umum dalam nash agama, dan menjadi tugas manusia untuk terus menggali hukum-hukum dari kaedah umum tadi. Karena itu dalam Islam kita mengenal ada konsep 'ijtihad'; yaitu mencari hukum yang tidak ada nashnya dalam alquran dan hadits..

Dan dalam sistem pemerintahan, tidak ada satu nash-pun baik dari hadits yang secara sharih (terang-terangan) mengatakan untuk mendirikan negara dengan sistem khilafah.. Oleh karena itu, kita memasukkan dan mengembalikan persoalan ini ke nash yang sifatnya mutaghayirat (bisa berubah), yaitu dengan memberikan keluasan ruang kepada manusia untuk mencari formulasi yang memang sesuai dengan maslahat zamannya.

Dari sinilah kemudian saya menyimpulkan bahwa persoalan khilafah pada dasarnya hanyalah penamaan saja. Saya memandang khilafah lebih pada jauhar (esensi/isi/kandungan), yaitu tegaknya keadilan, persamaan, dll sesuai dengan fitrah manusia. Dan sistem tersebut bisa kita namai dengan imamah, jumhuriyah (republik) atau yg lain..

Sedikit kita menengok sejarah.
Pada masa khalifah Ali ra. terjadi peperangan antara Ali ra. dengan Aisyah ra.. Pertanyaanya: Kalau memang khailafah ini merupakan kewajiban mutlaq dari Allah kepada manusia, lantas kenapa Aisyah dan Ali terlibat perang -perang Jamal-..?? Bukankah menentang dan menghalang-halangi pemerintahan khalifah termasuk kafir dan akan diadzab Allah dengan sepedih-pedih adzab (lihat kembali di quotation Mas Shafi)..?? Apakah Aisyah termasuk kafir karena memerangi khalifah Ali ra..??

Satu abad sesudahnya,
Imam Abu Hanifah secara jelas mengatakan penolakannya pada khilafah Umawiyah karena sang "KHALIFAH" bertindak despotis/tiran, lalai pada rakyat, hidup glamor dls.. Apakah kemudian Imam Abu Hanifah disebut kafir karenga tidak mengakui khilafah..?? Jika mengikuti pendapatnya kawan-kawan HT, tentu Aisyah ra. dan Imam Abu Hanifah sudah kafir dan akan diadzab dengan sepedih-pedih adzab..

Saya nukilkan kembali quotation dari Mas Shafi:
وإقامة خليفة فرض على المسلمين كافة في أقطار العالم. والقيام به – كالقيام بأي فرض من الفروض التي فرضها الله على المسلمين – هو أمر محتم لا تخيير فيه ولا هوادة في شأنه, والتقصير في القيام به معصية من أكبر المعاصي يعذب الله أشد العذاب

(Dan menegakkan khilafah merupakan kewajiban setiap kaum muslimin. Dan menegakkannya -khilafah- seperti halnya kewajiban menegakkan kewajiban2 yg lain yg diwajibkan Allah terhadap muslimin. Yaitu sebagai satu perkara yang wajib -pasti- tidak ada pilihan dan toleransi. Dan segala upaya minimalisasi -menggagalkan/menghalangi- terhadap prses penegakan khilafah merupakan perbuatan maksiyat yang paling besar dan akan diadzab Allah dengan sepedih adzab..)"

4. Iya, saya setuju bahwa salah satu fungsi dari nama adalah utk membedakan. Tetapi sekali lagi Mas Shafi, saya meyakini bahwa permasalahan formulasi bentuk pemerintahan ini adalah ruang ijtihad manusia, ketika ijtihad tadi bisa melahirkan formulasi yang berada dalam nilai-nilai Islam, tentu sah-sah saja donk untuk menamainya dengan selain khilafah...?? Misalnya dinamai dengan "Demokrasi Islam" sebagaimana yang saat ini sedang digagas oleh para pemikir Islam..

3. Mas Shafi menulis " kaidah-kaidah ataupun nilai-nail dasar itu tidak akan dapat diwujudkan dengan baik dan benar tanpa sistem yang baik dan benar pula"..

Sekararang pertanyaan saya: "Kaedah sistem yang baik itu apa..??"...Apakah satu sistem yang baik itu lantas ia kebal dari kepentingan-kepentingan individu -nafsu- manusia dalam mencari kepentingan..??..Apakah sistem yang baik itu tidak bisa dirong-rong...??.. Apakah Mas Shafi menafikan bahwa sistem yang muncul belakangan (baik yang sudah ada maupun yang akan muncul) pasti tidak baik..???..

Sekian dulu Mas, dan sepertinya untuk dua hari ke depan saya sibuk banget dan lebih banyak di sekretariat.. InsalLah setelah itu akan kita sambung lagi diskusi hangat ini..

Semoga bermanfaat..
Nuwun Mas..
:)


To be continued..

(Cairo International Islamic Hostel, 10 Juli 2010)
Read more >>

Tak penting...!!!

Ada yang tak sanggup kukatakan, bahkan aku sendiri-pun tak sanggup mendengar, padahal 'sesuatu' itu sering mendengung di kepalaku..

Semuanya lengkap di sini; marah, benci, acuh, dan juga lucu..!

Tentang nilai manusia..

Haruskah aku menganggapnya manusia jika ia sendiripun tak memposisikan dirinya sebagai manusia..? Aku tak butuh retorika untuk memperdebatkan 'kebenaran' pertanyaanku.. Dari dua titik saja aku sudah cukup untuk memunculkannya; bagiku keserakahan dan ambisi ketamakan adalah setan, bukan manusia..!!

Hanya sekali ini saja, dan aku tak akan mengulangi.

Orang-orang itu, tak pernah menyadari bahwa aku ingin berbuat baik untuk mereka. Jika dalam bahasa pamrih aku bertanya, "mana balasannya...??"

Berurusan dengan orang seperti mereka adalah membuang-buang waktu dan sangat mengecewakan. Tak akan lagi...!


(Ada yang tertawa, padahal ia orangnya, ada yang berusaha bertanya, padahal ia orangnya, dan ada yang berusaha menghindar mencari pembelaan, padahal ia sendiri mengakuinya...hihihi.. Sangatlah lucu, bukan dari aku memandangmu lantas aku tertawa melihatmu, tapi dari nuranimu memandang dirimu, kebodohanmu.. Kau pasti tertawa malau..hihihi..)

Dirimu tidak sedang berhadapan dengan orang bodoh, tapi dengan seseorang yang pernah memiliki IQ 150..!!!

:)
Read more >>