Mendialogkan Teks Agama Dengan Realitas Maslahat; Antara Ketundukan dan Pembangkangan

Tulisan ini saya tulis pada saat menjadi mahasiswa tahun kedua. Silahkan dibaca untuk mengetahui bagaimana "konyol"nya mahasiswa yang baru hangat-hangatnya bersentuhan dengan dunia kampus..sok yes..sok tau..dan sok sudah menguasai..hehe ;)

__________


Teks agama, diturunkan Allah tidaklah berada dalam ruang dan waktu yang kosong, artinya ada sesuatu yang melatarbelakanginya. Di kalangan ulama, latar belakang turunnya teks agama ini dikenal dengan istilah ‘asbabu nuzul’ untuk teks al Quran, dan ‘asbabu wurud’ untuk teks hadis. Ini menunjukkan dan sekaligus sebagai bukti, bahwa ajaran Islam diturunkan dengan tidak mengabaikkan realitas sosio-kultural masyarakat, dan sebagai jawaban dari problematika yang muncul dan berkembang.

Islam sebagai ajaran Allah diturunkan untuk menjaga maslahat manusia di dunia dan akherat. Adanya konsep keseimbangan tersebut, secara langsung Allah telah mengisyaratkan, bahwa pada dasarnya tidak ada permasalahan dunia yang tidak terselesaikan, dan tidak ada teks agama [baca: al Qur’an dan sunah] yang bertentangan dengan kemaslahatan manusia. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, bisakah teks agama yang sifatnya sangat terbatas tersebut bisa menjawab berbagai persoalan dan maslahat manusia yang tidak terbatas??..

Dengan berakhirnya masa wahyu dan kenabian, yaitu dengan meninggalnya Rasulullah SAW., berakhir pula teks agama yang diturunkan Allah kepada manusia. Ini merupakan kenyataan bahwa teks agama sifatnya sangat terbatas. Sedangkan bentangan zaman dan problematika umat manusia masih akan terus berlanjut sampai hari kiamat. Hal ini yang kemudian menuntut para ulama untuk terus melakukan inovasi, yaitu upaya-upaya penggalian hukum dari teks agama untuk menjawab berbagai persoalan umat.

Seiring dengan perkembangan zaman dan pesatnya ilmu pengetahuan, teks agama berada dalam ruang dan waktu yang terus menuntut dinamisasi hukum. Ini sebagai konsekwensi logis dari keterbatasan teks agama dan singgungannya dengan realitas, juga tangung jawabnya sebagai pembawa kemaslahatan. Oleh karena itu, dua model penyelarasan yang mutak dilakukan adalah penyelarasan antara teks dengan realitas [baca: teks --> realitas] dan realitas dengan teks [realitas --> teks].

Dua model pembacaan dan penyelarasan (teks --> realitas dan realitas --> teks) mutlak harus dilakukan, karena tidak jarang pemikiran sekuler yang menggunakan postulat-postulat sempit dan banyak menyalahkan dan menganggap bahwa teks agama tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan tidak membawa maslahat. Dua model pembacaan di atas mutlak dilakukan agar tidak selalu menjadikan realitas atau apa yang dianggap kemaslahatan sebagai ukuran dan patokan terhadap kebenaran teks agama.

Sebagai contoh pemikiran yang menjadikan realitas sebagai patokan diantaranya, munculnya pemikiran bahwa homosex dan lesbian merupakan hal yang boleh dilakukan karena merupakan hal yang sifatnya given. Ada lagi yang mengatakan bahwa moralias atau halal haram bukanlah suatu yang given dari Allah, dan manusia bisa merubahnya berdasarkan kemaslahatan.


Maslahat…?

Dengan dijadikannya realitas sebagai patokan kebenaran teks agama, maka manusia hanya akan lebih menggunakan dalih kebebasan demi ‘kemaslahatan’ dan pertimbangan bahasa akal dari pada bahasa iman. Hal ini sangat berpotensi memunculkan berbagai keragu-raguan terhadap teks agama yang nantinya akan berujung pada penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal. Maka jika hal yang sifatnya sangat krusial fundamental saja diragukan dan bahkan disalahkan, dan agama pada hakekatnya adalah ‘kepercayaan dan keyakinan’, maka tidak ada gunanya lagi beragama. Karena beragama tanpa mempunyai kepercayaan dan keyakinan sama saja bohong.

Pembahasan tentang bagaimana teks agama bisa menjadi solusi dari setiap problematika manusia di setiap masa dan tempat, dan pembahasan tentang benturan antara teks agama dengan realitas yang membawa kemaslahatan, sebenarnya merupakan perdebatan klasik dan sudah sejak lama para ulama membicarakannya. Kajian tentang hal tersebut terangkum dalam kajian ilmu usul fikih dan berbagai cabang ilmu lainnya, seperti ilmu tafsir dll.

Secara logis, dengan adanya perkembangan dan semakin bertumpuknya problematika manusia, maka bukan suatu yang ganjil jika dengan bergantinya masa dan tempat, berganti pula corak hukum yang diterapkan. Pergantian corak hukum dalam hal ini tidak dimaksudkan menghalalkan apa yang diharamkan Allah atau sebaliknya, karena pada dasarnya ada ketentuan hukum dari Allah yang bersifat konstan atau tetap dan tidak akan mengalami perubahan sampai hari kiamat. Tetapi yang dimaksud dengan pergantian corak hukum di sini adalah hukum yang sifatnya temporer (tidak konstan) dan penerapannya berdasarkan realitas masyarakat, dalam bahasa usul fikihnya hukum-hukum ini bersifat ‘ijtihadiy’.

Hukum-hukum yang sifatnya konstan ini misalnya: keharaman minuman keras, judi, zina, liwath (penyimpangan sexual: homo, lesbi), keharaman menikahi mahram, dll. Sampai hari kiamat tiba, ketetapan dan ketentuan Allah terhadap hukum yang bersifat konstat ini tidak akan pernah mengalami perubahan. Dan jika ada pemikiran yang mengatakan bahwa hukum-hukum tersebut bersifat temporer dan bisa berubah-rubah berdasarkan maslahat dan tuntutan kebutuhan manusia, maka secara pasti dapat dikatakan bahwa maslahat tersebut pada dasarnya bukan maslahat, melainkan hanya hawa nafsu manusia saja. Dan pemikiran tersebut bila diyakini kebenarannya, maka jelas-jelas menyalahi ketentuan Allah, merekalah tipe-tipe manusia-manusia pembangkang yang sesat dan menyesatkan.

Karena pada dasarnya, seperti di awal tulisan, bahwa teks agama diturunkan demi dan untuk kemasahatan manusia. Dengan adanya teks-teks agama yang sifatnya konstan, itu berarti agama sedang menjalani fungsinya untuk melindungi manusia dari kehancuran. Misalnya, agama membuat pagar-pagar moral, ketika hal ini ditabrak, maka yang terjadi pasti kerusakan dan kehancuran suatu masyarakat. Dan inilah konsep dasar MASLAHAT dalam Islam. Maslahat yang tujuan utamanya sebagai pembangun masyarakat dan umat, baik dunia maupun akherat.

Penting dan perlu untuk difahami secara benar, karena salah pembacaan dan pemahaman tentang hubungan teks agama --> realitas maslahat, akan mengakibatkan pola pengamalan ajaran agama yang salah. Dan pemahaman ini juga harus dipahami secara mendasar oleh pengusung atau kaum literalis [baca: teks oriented} agar dalam mengamalkan ajaran Islam tidak kaku dan cenderung mengeluarkan statmen-statmen pengkafiran kepada orang lain.

Ending..

Syariat ada untuk manusia, ketika bisa menjawab realitas zaman dan menjaga maslahat dia harus dipertahankan. Tetapi ketika tidak sejalan lagi dengan realitas zaman dan maslahat yang ada, berarti harus ada ijtihad kembali untuk menselaraskan syariat dan realita, karena sekali lagi bukan syariat ketika sudah tidak bisa menjaga maslahat dan tidak sesuai dengan realita.

Menukil perkataan Ibnu Qayim dalam al-i'lam “Sesungguhnya syariat pondasi dan asasnya dibangun di atas maslahat manusia, yaitu maslahat untuk kehidupan dunia dan akherat. Dengan prinsip dasar keadilan, rahmat, maslahat, maka setiap perkara yang keluar dari keadilan, rahmat, maslahat, berarti bukan syariat.”

Dan sekali lagi, bahwa maslahat yang dimaksud dalam Islam adalah apa yang tidak berbenturan dengan nash-nash KONSTAN. Dan yangng bisa mengalami perubahan adalah hukum-hukum yang sifatnya IJTIHADY, bukan hukum yang bersifat KONSTAN atau TETAP.
Tidak ada pembenaran dalam ajaran agama untuk merubah yang KONSTAN menjadi TEMPORER atau yang HARAM menjadi HALAL dan sebaliknya..


Nb. Janganlah kita menjadi manusia-menusia pembangkang di hadapan Allah. Dengan mengatas namakan agama, kebebasan, hak asasi kemudian menabrak semua aturan Langit yang sudah baku...Dengan menjadi interlektual sekuler-liberal yang menabrak hukum-hukum Allah, pada dasarnya dia telah melakukan berbuatan yang sia-sia..karena mati itu pasti, dan akan dimintai pertangung jawaban terhadap apa yang pernah dilakukan.....!!



* Student university of Politic and Law.

Comments :

1
Anonymous said... on 

mungkinkah teks agama mati
baca tulisan berikut di:
http://ustadzhalut.blogspot.com/2014/11/mungkinkah-teks-agama-mati.html